Mengawal Revisi RUU Pemilu

Oleh Muhammad Usman

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang meramu kembali arah pengaturan pemilu di Indonesia. Dalam hal ini, Komisi II berperan aktif dalam proses melahirkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu, lantaran ranah kepemiluan salah satu satu tugas yang diemban oleh Komisi II. Catatan berbagai media, ada 50 RUU yang sepakati oleh DPR RI yang menjadi prioritas tahun 2020 dalam sidang Paripurna Selasa (17/12/2019). Salah satunya menyangkut RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Pada waktu itu tercatat ada tiga gugatan di MK yaitu nomor perkara: 61/PUU-XV/2017, 66/PUU-XV/2017 dan 75/PUU-XV/2017. Pada saat putusan akhir dibacakan oleh MK, 2 (dua) gugatan diterima dan

perkara dengan nomor register 75/PUU-XV/2017 ditolak (Baca acehtrend, 12/01/2018). Pada waktu itu, elemen sipil Aceh pun tidak tinggal diam: berjuang, bergerak dan mengawal proses semua gugatan tersebut.

Cerita judicial review tahun 2017, bukan saja menguras tenaga, pikiran dan waktu, bahkan DPRA menganggarkan sebesar Rp 600 juta dalam APBA-P untuk membela kewenangan Aceh, untuk kebutuhan bersidang perkara nomor 66/PUU-XV/2017.

Saat ini, proses perubahan UU No.7 tahun 2017 sedang berproses di gedung Senayan. Pengalaman pahit tahun 2017 “memungkinkan” terjadi kembali; bila kurang peka terhadap kebijakan nasional.

Perlunya Langkah Bersama

Pemerintahan Aceh perlu duduk bersama serta ikut melibatkan berbagai pemangku kepentingan guna merumuskan langkah bersama merespon perubahan RUU Pemilu. Jangan sampai harus mengeluarkan energi dan berbondong-bondong menggugat ke MK pada saat RUU ini disahkan nantinya. Sebab proses peradilan bukan saja menguras pikiran dan tenaga bahkan berpotensi kalah (ditolak).

Keberadaan perwakilan rakyat Aceh dengan kekuatan 13 orang DPR RI dan 4 orang DPD bisa dijadikan jembatan penghubung antara Aceh dan Jakarta. Perlunya komunikasi intensif dan mengikat semua pihak. Dengan adanya jembatan Aceh-Jakarta apapun yang hendak didorong oleh DPRA menemukan jalur pengalawan ketat ditingkat Pusat.

Bila melihat lebih dalam, keberadaan personal 13 orang DPR RI asal Aceh tidak satupun bertugas di Komisi II. Tetapi terdapat keanggotaan di badan legislasi nasional (Banleg DPR RI). Keterwakilan langsung personal DPR RI asal Aceh pada komisi-komisi tertentu, dalam alat kelengkapan dewan (AKD) perlu dijadikan analisa khusus; guna memahami dinamika dan proses yang berkembang pada waktu pembahasan RUU Pemilu. Ini menjadi hal dasar sebagai perangkat dalam analisis aktor untuk advokasi isu apapun.

Bacaan RUU Pemilu

Dalam RUU Pemilu versi Badan Keahlian Dewan (BKD) terdapat enam buku dan 723 pasal. Pemilu dibedakan menjadi 2 (dua) rezim yaitu pemilu nasional dan lokal. Paham pemilu nasional memilih presiden dan wakil presiden, pemilu anggota DPR, dan pemilu anggota DPD yang proses penyelenggaraannya secara bersamaan. Sedangkan pemilu lokal dimaksudkan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur, pemilu anggota DPRD provinsi, pemilu bupati dan wakil bupati/walikota dan wakil walikota, dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota yang juga diselenggarakan secara bersamaan (Pasal 4 RUU Pemilu pertanggal 09 April 2020).

Skenario rancangan dari tim Badan Keahlian Dewan (BKD-DPR) menyusun tiga opsi pemilu nasional dan lokal. Opsi A yaitu pemilu nasional tahun 2024 dan pemilu lokal tahun 2022. Sedangkan opsi B yaitu pemilu nasional tahun 2024 dan pemilu lokal tahun 2026 dan opsi C yaitu pemilu nasional tahun 2024 dan pemilu lokal tahun 2024.

Dinamika RUU Pemilu, juga mendorong keinginan beberapa partai politik kembali memberlakukan sistem proporsional tertutup untuk pemilu legislatif, pemilih hanya disodorkan logo partai politik untuk memberikan suara tanpa nama-nama calon legislatif (caleg). Sedangkan proporsional terbuka pemilih bisa langsung memberikan suara kepada personal caleg tertentu atau hanya memilih logo partai politik.

Pemberlakukan sistem proporsional tertutup, memiliki kewenangan bagi partai menentukan siapa caleg yang diutus untuk duduk di parlemen (konfigurasi anggota legislatif akan disusun oleh partai politik). Pemilu kita, sudah pernah menggunakan sistem tertutup pada waktu pemilu 1955 dan 1999.

Sedangkan sistem terbuka juga telah digunakan pada masa 2004, 2009, 2014, dan 2019. Menurut penggiat pemilu dari Perludem kedua sistem tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Andrew Reynold, peneliti pemilu dari International IDEA menyebutkan, bahwa sesungguhnya tidak ada sistem pemilu ideal. Yang ada adalah sistem pemilu tepat, yang paling cocok di satu negara (Didik Supriyanto, rumahpemilu.org).

Bagaimana Posisi Aceh?

Bila pilkada tidak gelar di tahun 2022, dipastikan melabrak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mana Pasal 65 ayat (1) menyebutkan, “Gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.”

Bahkan, Pasal 3 ayat (1) dan Pasal 101 ayat (3) Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota juga tidak bisa diimplementasikan. Tetapi perlu disadari juga, bahwa tidak semua kabupaten/kota di Aceh akhir masa jabatan kepala daerah di tahun 2022.

Kabupaten Pidie Jaya, Kabupaten Aceh Selatan dan Kota Subulussalam masa jabatannya kepala daerah berakhir pada tahun 2023. Kita berharap hadirnya perubahan UU No.7 Tahun 2017 nantinya, tidak luput mengakomudir kekhususan yang telah ada di Aceh. Bisa menjadi semangat nyata dalam memberi kepercayaan terhadap daerah serta ikut menjaga damai di bumi serambi mekah.

Sekarang, RUU Pemilu masih draf rancangan, terbuka lebar penambahan dan pengurangan pasal-pasal yang telah ada. Berbagai kemungkinan bisa terjadi dalam perumusannya di Senayan.

Sumber https://www.acehtrend.com/

Telah di Posting di :

https://www.acehtrend.com/news/mengawal-revisi-ruu-pemilu/index.html pada 11 Juni 2020

Muhammad Usman, M.Ag adalah anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Utara. Bisa dihubungi melalui email: pena.usman@gmail.com

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 508 Kali.