
Tantangan Pemilu 2024
OLEH MUHAMMAD USMAN, Anggota Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Utara
PEMILU 2024 merupakan proses politik terbesar di Indonesia.
Pemilu sebagai ajang tempur ‘positif’ bagi pemilih dan partai politik.
Pemilih diberikan hak penuh untuk menentukan pasangan presiden, DPR-RI, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
Dengan asas luber dan jurdil, pemilu menjadi sarana untuk keterlibatan pemilih (masyarakat), dalam menentukan figur pemimpin pada setiap level untuk lima tahun sesudahnya.
Pada akhirnya, siapa pun yang terpilih, akan berhak mewakili kita secara fisik maupun arah kebijakan.
Bagi partai politik, Pemilu 2024 menjadi ruang menyodorkan calon pemimpin kepada pemilih.
Bila dihitung mundur jadwal hari pemungutan suara Pemilu 2024, hanya berjarak 610 hari semenjak KPU RI melakukan peluncuran tahapan pada malam 14 Juni 2021.
Urgensi Pemilu 2024 bagi Parnas maupun Parlok menjadi “tiket masuk” untuk mudah dalam pencalonan gubernur, bupati maupun wali kota pada Pilkada 2024, karena menggunakan parliamentary threshold hasil Pemilu 2024.
Pemungutan suara Pilkada serentak 2024 pada 27 November 2024, hanya berjarak 287 hari dari tanggal 14 Februari 2024.
Terlihat jelas waktu yang singkat bagi parpol, untuk memenangkan Pemilu, agar leluasa menuju Pilkada.
Tentu tidak dapat dipungkiri lagi, Pemilu 2024 pasti memiliki tantangan yang lebih kompleks dan dinamis, karena pada saat yang bersamaan, kita dihadapkan dengan impitan tahapan antara Pemilu dan Pilkada.
KPU RI menyebutnya tahapan yang beririsan.
KPU RI telah menetapkan PKPU Nomor 3 Tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, yang menjadi pedoman bersama.
Di dalam PKPU tersebut, terdapat 11 tahapan mulai dari: (1) Perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu; (2) Pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar Pemilih; (3) Pendaftaran dan verifikasi peserta Pemilu; (4) Penetapan peserta Pemilu; (5) Penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; (6 ) Pencalonan presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/ kota; (7) Masa kampanye; (8) Masa tenang; (9) Pemungutan dan penghitungan suara; (10) Penetapan hasil Pemilu; dan (11) Pengucapan sumpah/janji presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Selanjutnya, jikalau adanya putaran kedua Pemilu presiden dan wakil presiden, sebagaimana yang diterangkan dalam pasal 4 PKPU 3, maka hari pemungutan suara untuk tahap kedua ini, akan dilaksanakan pada hari Rabu 26 Juni 2024.
Peran PJ gubernur Aceh Dalam proses pemilu di berbagai dunia tidak terkecuali Indonesia, salah satu yang ikut disoroti oleh publik adalah netralitas dari Aparatur Sipil Negara (ASN).
Menyangkut hal ini, Mahkamah Konstitusi telah memberi catatan dalam pertimbangannya, saat memutuskan perkara 15/PUU-XX/2022 terkait pengujian Pasal 201 ayat 10 dan 11.
Masukan MK ini, perlu dilihat dari kacamata menjaga ‘marwah’ birokrasi/ ASN selama masa jabatan, supaya agar tidak menimbulkan disrupsi netralitas.
MK menekankan bahwa “penjabat kepala daerah (PJ) harus mampu menjalankan fungsi yang diamanatkan dalam UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara; salah satunya adalah asas netralitas”.
Tuntutan setiap pegawai ASN tidak boleh berpihak kepada pengaruh siapa pun, dalam mempengaruhi proses dan hasil dari Pemilu.
PJ Gubernur Aceh merupakan bagian dari ASN, memiliki tanggung jawab untuk mengontrol seluruh ASN di Aceh untuk netral.
Dengan demikian roda penyelenggaraan pemerintah daerah akan berjalan normal serta proses Pemilu juga berjalan pada poros aturan yang telah ditetapkan.
Pengalaman pada Pilkada 2020 di 270 daerah, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bekerja sama dengan Bawaslu RI, menemukan sebanyak 1.
399 orang ASN dilaporkan atas pelanggaran netralitas, sebanyak 1.
104 telah diproses oleh KASN dengan hasil akhir 122 tidak terbukti melanggar, 982 melanggar dan mendapat rekomendasi KASN serta 670 sudah dijatuhi hukuman oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
Kemudian, ada 5 (lima) jenis pelanggaran yang paling dominan dilakukan yaitu: kampanye/sosialisasi media sosial 27.1 persen, kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada salah satu calon/bakal calon 21.1 % , berfoto bersama dengan bakal calon/pasangan yang mengindikasikan keberpihakan 11.7 % , ikut serta hadir dalam deklarasi pasangan bakal calon/calon 9.2 % , dan melakukan pendekatan ke parpol untuk pencalonan dirinya atau orang lain 8.2 % .
Selanjutnya sebanyak 5 jabatan paling top di tataran ASN yang melakukan pelanggaran terdiri dari: 24.8 % pimpinan tinggi, 16.8 % fungsional, 21.2 % kepala wilayah (camat/lurah), 14.2
Telah di Publis di Serambi Indonesia pada 11 Agustus 2022
https://aceh.tribunnews.com/2022/08/11/tantangan-pemilu-2024